Thursday, December 6, 2012

Masuk SD harus sudah bisa baca?

Entah mulai kapan "tren" ini merebak. Yang jelas saya mengetahui hal ini ketika adik saya ingin masuk SD. Beberapa sekolah dikabarkan mengharusnya calon peserta didiknya sudah bisa membaca, menulis juga berhitung. Bahkan beberapa diantaranya mengadakan tes tertulis. What the hell? apa-apaan ini? saya cuma bisa geleng-geleng kepala, kasihan adik saya dan teman-temannya. Berbagai pertanyaan muncul di kepala saya. Siapa sih yang pertama kali buat "tren" ini? memang kurikulumnya benar seperti itu? (mengharuskan sudah bisa membaca), sampai prasangka buruk pun muncul, gurunya mau enaknya aja nih dasar *jangan ditiru


Rasa penasaran bercampur jengkel membawa saya pada beberapa hal yang berkaitan dengan ini. Keadaan SD dengan "tren" seperti ini memaksa pembelajaran TK bahkan PAUD memasukkan kegiatan belajar membaca. Padahal, pada dasarnya kurikulum TK tidak mengharuskan anak harus bisa membaca, seperti disampaikan di laman > (www.guru-indonesia.net/forum/forum_topik_isi-222.html)

Dan ternyata memang memaksakan anak untuk belajar baca tulis di TK tidak bisa dilakukan sembarangan mengingat untuk mulai belajar haruslah memperhatikan kesiapan anak dalam menerima pelajaran tersebut. Dra. Adriani Purbo Psi. MBA dalam tulisannya di  http://www.parentsguide.co.id/ mengatakan:

"Mengharuskan semua anak TK untuk bisa baca tulis, tampaknya menjadi hal yang kurang bijaksana mengingat setiap anak memiliki kemampuan dan kesiapan belajar baca tulis yang berbeda satu sama lainnya. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang penting untuk dapat diajarkan pada anak TK, ketimbang hanya terfokus pada kemampuan baca tulis semata, misalnya penanaman disiplin, kemandirian, tanggung jawab serta budi pekerti yang baik."

Lalu apa penyebab "tren" itu? Guru di SD menilai jika kurikulum saat ini menuntut siswanya sudah bisa calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Mereka beralasan tidak memiliki cukup waktu untuk belajar calistung saat mulai masuk. Jika ini dilakukan maka target kurikulum di kelas 1 tidak akan tercapai. Hal ini diperparah dengan buku-buku yang beredar dan dipergunakan (yang katanya sesuai kurikulum yg ada). Kebanyakan dari buku tersebut berisi muatan yang mengaharuskan siswa sudah bisa calistung. Jika tidak, maka siswa akan kesulitan mengikuti pelajaran.

Walah, kalau memang benar kurikulum di SD menuntut anak seperti itu, maka ada sesuatu yang aneh. Anak yang ingin masuk SD dituntut untuk sudah bisa membaca, padahal hal tersebut bertolak belakang dengan tujuan pendidikan di TK. Apalagi tidak semua anak INDONESIA mendapat kesempatan belajar di TK. Bagaimana nasib mereka yang sama sekali belum mendapat pengalaman belajar calistung? tidak boleh masuk SD?  Dan bukankah SD merupakan awal dari pendidikan, sebuah Sekolah Dasar. Program Wajib Belajar yang didengung-dengungkan pemerintah saja dimulai dari kelas 1 SD. So, aneh kan sebagai suatu permulaan, sekolah dasar menuntut anak sudah bisa calistung. Harusnya sebagai permulaan, ya calistung, sebagai suatu dasar baru mulai dipelajari di kelas 1 SD.

Jika memang benar seperti itu (lagi-lagi perkiraan, karena memang saya tidak tahu betul bagaimana struktur kurikulum SD saat ini dan hanya berdasar pada penjelasan guru SD), kurikulum yang digunakan saat ini sangat memberatkan anak, bahkan terkesan konyol, lucu, tidak masuk akal. Maka sebuah angin segar apabila kurikulum saat ini akan segera digantikan dengan kurikulum baru yang disebut-sebut hanya membuat 6 mata pelajaran untuk kelas 1-3.

Sebuah harapan besar semoga kurikulum yang baru dapat lebih, lebih dan lebih menyesuaikan diri lagi dengan kondisi anak-anak INDONESIA.

13 comments:

memang begitu realitanya. sebagai guru, kami juga gak tega memaksa anak-anak harus bisa calistung, namun ya inilah kurikulumnya.

Nah, mbak Nitalanaf, selaku pengajar yang berpengalaman menegaskan kondisi kurikulum saat ini.

terima kasih mbak :) salam kenal

kasian memang...jadi ga ada lagi "ini ibu Budi" di SD...

iya iya kasian Ibu Budi..kemana dia sekarang yaa? :))

amin semoga saja kurikulum dan kesatuan pendidikan di Indonesia bisa lebih diperbaiki lagi
kalau perlu ditata ulang
anak SD wajib mendapat kesempatan belajar sesuai dengan umurnya , bukankah begitu mas Mustacchio??

iya mbak disesuaikan dengan perkembangan usia anak Indonesia

Kalau saya bukan di kurikulumnya mas. Tapi gurunya... seharusnya guru belajar tahapan perkembangan anak. Memaksa mereka belajar Calistung di TK/PAUD justru tidak bermanfaat karena masanya di usia tersebut adalah bermain.

Kembali pada guru, kalau mau tak perlu ikut2an tren. Alhamdulillah sekolah kami tidak ada yang namanya tes masuk untuk SD. Semua anak diterima, asal kuota belum penuh. Karena kami yakin, semua anak punya kesempatan untuk belajar

Wah ternyata tidak di semua SD yaa, hmm Alhamdulillah jika sekolah pak Said, seperti itu. Tapi bagaimana tanggapan bapak tentang kurikulum saat ini (2006)? apa sependapat dengan guru lain yang menganggap kalau anak SD harus sudah bsia calistung dengan alasan kurikulum, waktu, dan sebagainya..

ini yang saiia khawatirkan.. karena inilah penyebab anak anak pada tawuran ;( hiks..

@genial: lho, maksudnya gimana? apa yang anda khawatirkan?

"Yah mau gimana lagi kurikulumnya emg bgitu" >> sorry to say but komen bodoh dr seorang guru.
Kl besok anak SD sdh harus bisa komputer apakah guru akan tetep jd "robot" kurikulum???

Saya punya 2 anak, yg besar kls 2 sd yg kecil baru masuk 1 sd dan memang kemampuan anak2 pasti beda krn dari kedua anak saya, yg paling kecil pas masuk sd belum lancar calistung sedangkan kakaknya dari tk sudah lancar calistung... 3 minggu masuk sekolah saya lgs dipanggil guru krn masalah anak saya blm lancar calistung..oh my

Saya punya 2 anak, yg besar kls 2 sd yg kecil baru masuk 1 sd dan memang kemampuan anak2 pasti beda krn dari kedua anak saya, yg paling kecil pas masuk sd belum lancar calistung sedangkan kakaknya dari tk sudah lancar calistung... 3 minggu masuk sekolah saya lgs dipanggil guru krn masalah anak saya blm lancar calistung..oh my

Post a Comment

Nice reader always leave a comment.